Buka Hati, Berhentilah Berbohong

Posted: January 19, 2011 in Obrolan Warung Kopi
Tags: , , , ,

Menyimak perdebatan mengenai kebohongan pemerintah yang sedang panas saat ini, aku jadi teringat dengan cerita Mohamad Sobary saat mengenang presiden kita sebelumnya, Gus Dur.  Gus Dur pernah melontarkan guyonannya saat seorang tokoh NU terlambat datang pada sebuah acara yang diadakannya di istana.  Karena terlambat, tokoh tersebut saat bertemu Gus Dur menyampaikan alasannya,”Maaf Gus, saya terlambat, karena jalanan macet.” Gus Dur pura2 terkejut,” Ah masak, wong selama ini saya kemana2 di Jakarta ini nggak pernah macet kok..”.  Ya tentu saja, karena sebagai presiden kemanapun Gus Dur pergi selalu dikawal di jalanan, beberapa menit sebelum lewat polisi sudah menutup jalan yang akan dilalui, jadi selama jadi presiden beliau tidak pernah merasakan macet.  Begitu rombongan presiden lewat, jalanan yang dilalui kembali seperti sedia kala, macet dan semrawut.

Cerita tersebut sebenarnya bisa menggambarkan banyak hal.  Salah satu yang relevan dengan isu panas saat ini, bahwa siapapun yang menjadi presiden Indonesia, akan semakin jauh dengan “dunia nyata”, dunia sehari2 orang kebanyakan, apa yang kita alami dan lihat di sekeliling kita. Apalagi kalau presidennya seseorang yang gila hormat dan birokratis, dia akan semakin jarang bersinggungan dengan “realitas”, karena yang dilihat olehnya adalah “dunia palsu” yang sudah diatur dan dimanipulasi oleh anak buah dan orang2 kepercayaannya.  Mau sidak di lingkungan rakyat jelata, yang mau bersalaman dengan presiden sudah dikondisikan, kalau perlu sehari sebelumnya sudah dibagikan sabun antiseptic dan parfum wangi murahan, agar “kelihatan” bersih dan wangi saat bertemu presiden. Ibarat lagu, presiden tersebut hanya mendengarkan lagu yang indah2, seperti judul lagunya Wali Band terbaru..”Baik-Baik Sayang”.

Konsekuensi kehidupan seorang pemimpin tersebut, seharusnya sudah disadari saat seseorang akan menjadi presiden atau pemimpin umat, seperti yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab yang dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya.  Beliau sering melakukan perjalanan diam-diam, keluar-masuk kampung untuk mengetahui keadaan rakyat dalam kepemimpinannya. Beliau tidak mau jika ada hak-hak rakyatnya yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya, sehingga merasa perlu untuk mengetahui sendiri secara langsung bagaimana realitas yang terjadi di tengah2 kehidupan rakyatnya. Jadi, tidak begitu saja percaya dengan laporan anak buahnya.  Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab, seharusnya menjadi contoh bagi pemimpin saat ini, walaupun bisa dengan cara yang berbeda, sesuai dengan kondisi saat ini.

Sebenarnya apa yang telah disuarakan oleh para tokoh lintas agama kepada pemerintah, sangat membantu presiden SBY dan para menterinya, karena tanpa harus susah2 terjun ke lapangan, seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar, mereka bisa tahu “dunia nyata” yang dihadapi rakyatnya.  Sebagai koreksi atas data dan angka2 indah yang telah tertulis rapi di laporan rapat kabinet selama ini.  Karena sesungguhnya data dan angka tersebut dihasilkan dari metode statistik yang bisa saja salah, karena pengambilan sampling dan metode surveynya yang keliru, atau bahkan karena sengaja dimanipulasi.  Jadi, siapa yang bohong atau siapa yang asal menuduh berbohong menjadi tidak penting lagi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana ke depan bekerja lebih keras lagi untuk merubah “dunia nyata” rakyat Indonesia, menjadi dunia yang indah dan nyaman, negeri yang gemah ripah loh jinawi atau bahasa musholanya Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur, idaman kita semua. Semoga…

Moech F. Fahada

Leave a comment